Sebenarnya konsep asuransi di dalam ajaran Islam bukanlah hal baru. Sejak zaman Rasulullah praktik asuransi sudah dikenal. Bahkan menurut Thomas Patrick, dalam Dictionary of Islam, praktik ini sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu dan dikenal dengan 'Aqilah (Lihat: Muhammad Syakir Sula, 'Asuransi Syariah, Life and General, Konsep dan Sistem Operasional', 2004).
Saat itu, jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat pembunuh tersebut disebut 'Aqilah, harus membayar uang darah atas nama pembunuh.
Kata 'Aqilah, menurut Dr Muhammad Muhsin Khan, berarti Asabah, yang menunjukkan hubungan ayah dengan pembunuh. Oleh karena itu, ide pokok dari Aqilah adalah suku Arab zaman dulu harus siap untuk melakukan kontribusi finansial atas nama pembunuh untuk membayar pewaris korban. Kesiapan untuk membayar kontribusi keuangan sama dengan premi dalam praktik asuransi. Sementara itu, kompensasi yang dibayar berdasarkan al-'Aqilah mungkin sama dengan nilai pertanggungan dalam praktik asuransi sekarang. Karena itu, merupakan bentuk perlindungan finansial untuk pewaris terhadap kematian yang tidak diharapkan dari sang korban.
Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari, mengatakan, dengan datangnya Islam, sistem 'Aqilah diterima oleh Rasulullah menjadi bagian hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada hadits yang menerangkan pertengkaran antara dua wanita dari suku Huzail. Abu Hanifah mengatakan pernah ada dua wanita dari suku Huzail bertikai. Salah seorang dari mereka memukul yang lain dengan batu hingga mengakibatkan kematian wanita itu dan jabang bayi dalam rahimnya.
Pewaris korban membawa kejadian itu ke pengadilan. Nabi Muhammad SAW memberikan keputusan bahwa kompensasi bagi pembunuh anak bayi adalah membebaskan seorang budak laki-laki atau wanita. Sedangkan kompensasi atas membunuh wanita adalah uang darah (diyat) yang harus dibayar oleh 'Aqilah (saudara pihak ayah) dari yang tertuduh.
Di dalam bahasa Arab, di antara makna al-aql adalah denda, al-'aqil yang membayar denda. Dalam beberapa kasus, Islam membebankan denda asuransi kepada orang lain (bukan yang melakukan pelanggaran). Namun di dalam ad-Diyah, yang menjadi sebab bukan kesengajaan, melainkan karena kekeliruan. Apabila ad-Diyah itu disebabkan kesengajaan, maka tidak ada asuransi yang memikul tanggung jawab ini. Karena itu, disyaratkan agar kerusakan itu tidak disebabkan kesengajaan. Di dalam masalah ad-Diyah, para ulama berkata, ''Wajib membayar denda terhadap sebagian kerusakan yang disebabkan kekeliruan seperti pembunuhan atau melukai karena kekeliruan atau kelalaian.''
MM Billah dalam desertasi doktornya mengatakan, beberapa pasal yang tercantum di Piagam Madinah memuat ketentuan tentang asuransi sosial dengan sistem 'Aqilah. Dalam pasal 3, Rasulullah membuat ketentuan mengenai penyelamatan jiwa para tawanan yang menyatakan bahwa tawanan yang tertahan oleh musuh karena perang, harus membayar tebusan kepada musuh untuk membebaskan yang ditawan. Konstitusi tersebut merupakan bentuk lain dari asuransi sosial. Demikian, wallahu'alam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar